LADA PUTIH (MUNTOK WHITE PEPPER)
DIANTARA KEJAYAAN DAN ROMANTISME SEJARAH
Oleh
Asdianto, SP
(diberikan
pada acara Pertemuan Program Regional Economic Development Support (REDS) 2011
di Bappenas linkages AIT Thailand)
PENDAHULUAN
Luas areal tanaman lada di Indonesia hampir
seluruhnya dimiliki oleh perkebunan rakyat dimana pada tahun 2008 tercatat
seluas 190.777 ha dengan total potensi produksi sekitar 79.726 ton. Di antara
negara-negara produsen lada dunia, Indonesia termasuk salah satu produsen utama
dunia bersama-sama dengan India, Malaysia dan Brazil. Namun, selama 10 tahun
terakhir, kontribusi lada Indonesia di pasar dunia semakin menurun. Ekspor
tertinggi terjadi pada tahun 2000, yaitu 63.938 ton (37% dari total ekspor
dunia) dimana 34.256 ton atau 53,6%-nya merupakan lada putih asal
Bangka-Belitung atau dikenal sebagai Muntok White pepper.
Pada tahun 2008, total ekspor lada putih
Bangka Belitung sekitar 5.109,50 ton (AELI, 2009) atau terjadi penurunan
sekitar 85,1% selama periode 2000-2008. Selain disebabkan oleh tidak
kondusifnya kondisi pertanaman lada di lapangan, juga akibat ancaman dari
negara-negara pesaing mulai terjadi, terutama Vietnam. Pada tahun 2003, Vietnam
mulai mampu mengekspor lada putihnya sebanyak 4.500 ton dan meningkat menjadi
13.000 ton pada kwartal III tahun 2007 (Vietnam Pepper Association,
2007). Pada tahun yang sama, Indonesia hanya mampu mengekspor lada putih
sebanyak 8.177 ton (AELI, 2009).
Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai
nilai ekonomi tinggi sehingga perspektif tanaman lada terhadap ekonomi daerah
maupun nasional sangat besar. Di samping sebagai sumber devisa juga sebagai
penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri. Oleh karena itu,
upaya mengembalikan kejayaan Muntok White Peper, yang saat ini
produksinya jauh dari kondisi optimal merupakan langkah strategis bagi
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk mengembalikan posisi Indonesia
umumnya dan Bangka Belitung khususnya sebagai produsen dan eksportir lada putih
terbesar dunia. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan beberapa langkah yang
fundamental yang perlu dilakukan untuk mengembalikan kejayaan Muntok White
Peper di Provinsi Kep. Bangka Belitung.
MENCERMATI KONDISI PERKEBUNAN LADA
DI BANGKA BELITUNG
Sejak lama Bangka Belitung terkenal sebagai penghasil lada putih atau Muntok
White Pepper kelas dunia. Bertanam Lada telah dilaksanakan secara turun
menurun dan sudah merupakan budaya bagi masyarakat Bangka Belitung. Komoditi
Lada memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian daerah. Namun
demikian, produksi lada di Provinsi Bangka Belitung terus merosot hingga
menjadi 17.000 ton pada tahun 2006. Angka ini hanya 27% dari total produksi
pada massa kejayaan lada tahun 1987, yaitu sekitar 62.000
ton.
Luas Areal Perkebunan Lada pada tahun 2000
tercatat sekitar 80.000 hektar, namun pada tahun 2007 berkurang menjadi
35.842,44 ha atau secara total berkurang 55,20%. Diperkirakan areal
pertanaman lada tersebut terus berkurang hingga mencapai 70% selama periode
2000 – 2008. Hal ini merupakan salah satu konsekuensi dari munculnya usaha
penambangan timah inkonvensional yang lebih menjanjikan dan semakin marak
sehingga mendorong para petani lada beralih menjadi penambang timah, dan bahkan
ratusan hektar kebun lada berubah menjadi lahan tambang. Selain itu,
persaingan dengan usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit juga merupakan
pemicu terjadinya penurunan areal pertanaman lada di Provinsi Kepuluan Bangka
Belitung.
Di samping itu, produktivitas kebun lada
rakyat saat ini hanya sekitar 800 hingga 1.000 kilogram per hektar.
Produktivitas ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan produktivitas pada tahun
1986 yang bisa mencapai 2,1 ton per hektar. Kondisi ini menyebabkan petani
semakin tidak bergairah memelihara tanaman lada. Lahan yang dahulu banyak
humusnya sekarang sudah semakin berkurang. Teknik budidaya lada juga belum
beranjak dari pola tradisional sehingga hasilnya tetap rendah. Situasi seperti
ini menyebabkan ekspor lada dari daerah ini terus menurun dalam beberapa tahun
ini.
Pada tahun 2001, volume ekspor lada tercatat
28,986 ton dengan nilai 60,1 juta dollar AS. Ekspor ini turun menjadi 24.968
ton atau senilai 45,7 juta dolar AS pada tahun 2002, kemudian menjadi 16,766 ton dengan nilai
44,2 juta dollar AS pada tahun 2003. Tahun
2004 volume ekspor hanya 11,188.50 ton dengan nilai 2,5 juta dollar AS.
Penurunan volume ekspor tersebut juga disebabkan harga lada yang tak kunjung
membaik beberapa tahun terakhir ini menyebabkan petani enggan memelihara kebun
lada secara intensif sehingga produktivitasnya anjlok.
Sejumlah petani mengakui, keterpurukan
komoditas lada sekarang disebabkan oleh banyak faktor, antara lain; (1)
Tingkat produktivitas tanaman dan mutu yang rendah, (2) Tingkat harga lada yang
relatif rendah, sementara harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) relatif
tinggi/mahal, (3) Tingginya kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit,
(4) Masih rendahnya usaha peningkatan diversifikasi produk, (5) Sumberdaya
petani baik pengetahuan maupun permodalan masih lemah/terbatas ketersediaannya,
dan (6) Semakin menurunnya luas areal pertanaman lada karena adanya persaingan
dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usaha komoditas lainnya seperti
kelapa sawit.
Kondisi seperti yang tergambar di atas,
patut disayangkan karena lada pernah menjadi komoditas unggulan berabad-abad
silam, bahkan menjadi trade mark Bangka Belitung di mancanegara. Lada
yang mulai dibudidayakan di Bangka Belitung sekitar abad XVI itu pernah menjadi
salah satu daya tarik bangsa Eropa datang ke Bangka Belitung. Saat ini komoditi
lada kembali menjadi sangat penting, mengingat deposit timah semakin berkurang
sehingga petani mulai memperhatikan kembali pertanaman lada dalam menopang
ekonomi keluarganya. Oleh karena itu, saat ini pemerintah telah membuat
kebijakan konkret untuk menyelamatkan dan mengembangkan kembali komoditas lada
yang pernah menjadi unggulan selama ratusan tahun di wilayah Kepulauan Bangka
Belitung.
LANGKAH-LANGKAH FUNDAMENTAL
Upaya mengembalikan kejayaan Muntok White
Pepper diperlukan beberapa langkah yang fundamental. Langkah tersebut
antara lain adalah peningkatan produktivitas, mutu hasil, efisiensi biaya
produksi dan pemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi
teknologi dan kelembagaan. Akhir-akhir ini banyak kalangan pengamat mulai
mengkhawatirkan keberlanjutan pasokan lada putih Bangka Belitung di pasar
global pada tahun-tahun yang akan datang karena produksi dan produktivitasnya
terus menurun. Oleh karena itu, perbaikan teknologi budidaya dan pascapanen
lada di tingkat petani sangat diperlukan agar produk lada mampu bersaing secara
kompetitif dalam proses produksi dengan negara-negara penghasil lada lainnya.
Demikian halnya pemberdayaan kelembagaan
petani lada di Bangka Belitung perlu dilakukan karena umumnya petani yang
mengusahakan tanaman lada memiliki banyak keterbatasan. Pemberdayaan kelompok
tani akan menjadi salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan daya saing
produk yang mereka hasilkan. Pemberdayaan kelompok tani selain diharapkan
akan menunjang produktivitas kebun lada juga dapat meningkatkan mutu dan
mengurangi masalah keragaman produk yang dihasilkan oleh masing-masing petani
kecil, khususnya dari segi mutu.
Langkah berikutnya adalah melakukan
rehabilitasi kebun-kebun lada yang rusak/tidak produktif. Sebagian besar
petani dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya, umumnya tidak akan mampu
melakukan rehabilitasi secara swadaya. Keberpihakan Pemerintah ke petani tetap
diperlukan baik secara langsung maupun tak langsung melalui kebijakan subsidi
atau intermediasi dengan lembaga keuangan dan stakeholder lainnya. Artinya, pemerintah
harus berbuat secara efektif dalam membantu rehabilitasi tanaman lada rakyat
sehingga dalam waktu 3-4 tahun ke depan, produktivitas perkebunan lada di
Kep. Bangka Belitung akan meningkat kembali secara signifikan.
Langkah lainnya yang tidak kalah penting
adalah mencari pasar ekspor tambahan atau alternatif dengan tetap menjaga pasar
yang ada dalam kerangka penetrasi pasar. Sebagaimana kita ketahui bahwa
negara-negara tujuan ekspor utama lada saat ini terimbas krisis finansial
global, yang dikhawatirkan akan menurunkan impor mereka. Dengan demikian untuk
mempertahankan kinerja ekspor lada putih diperlukan upaya mencari pasar-pasar
alternatif di negara-negara lain.
Selain itu, dalam rangka memperkuat posisi
pasar ekspor ke depan, maka pasar domestik juga perlu digarap secara maksimal
termasuk industri hilirnya dengan mengembangkan berbagai ragam produk lada
putih yang sesuai dengan selera pasar. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena
konsumsi lada Indonesia saat ini sekitar 70 gram per kapita, berarti kebutuhan
lada penduduk Indonesia sebanyak 230 juta jiwa adalah 16.100 ton per
tahun. Untuk mendukung langkah -langkah
fundamental tersebut, maka akan disusun rencana aksi untuk pengembangan lada
putih di Kepulauan Bangka Belitung untuk jangka waktu 2009 – 2012 atau
disebut sebagai ”Gerakan Pengembangan Lada Putih (Gerbang Latih)”.
Gerakan ini akan diwujudkan dalam bentuk 5 program sebagai berikut:
1.
Program Intensifikasi, Ekstensifikasi dan
Rehabilitasi Lada
Program
ini akan diwujudkan dalam 3 bentuk kegiatan yaitu intensifikasi, rehabilitasi
dan ekstensifikasi lada masing-masing seluas 2000, 2000 dan 1000 ha. Kegiatan
intensifikasi yang direncanakan seluas 2000 ha, akan dilaksanakan secara
bertahap mulai tahun 2009 – 2012 dengan rincian 100 ha pada tahun 2009, 900 ha
(2010), 500 ha (2011) dan 500 ha (2012). Kegiatan ini akan di laksanakan
melalui penyediaan benih, pupuk (organik dan anorganik), pestisida dan tajar
hidup.
Kegiatan rehabilitasi akan
dilaksanakan pada lahan seluas 2000 ha dengan rincian 100 ha pada tahun 2009,
1000 ha (2010), 500 ha (2011) dan 400 ha (2012). Kegiatan ini diwujudkan dalam
bentuk penyediaan benih, pupuk (organik dan anorganik), pestisida dan tajar
hidup. Untuk pelaksanaannya akan dikoordinir oleh Direktorat Jenderal
Perkebunan dengan dana dari APBN.
Ekstensifikasi tanaman
lada direncanakan secara bertahap seluas 1000 ha, dimana pada tahun 2009 akan
direalisasikan seluas 250 ha dan 750 ha pada tahun 2010. Dari luasan tersebut,
150 ha diantaranya merupakan reklamasi lahan eks tambang yang akan dilaksanakan
dalam 2 tahap yaitu 50 ha pada tahun 2009 dan 100 ha pada tahun 2010. Seperti
pada kegiatan sebelumnya, pelaksanaan dari kegiatan ini juga diwujudkan melalui
penyediaan benih, pupuk, pestisida dan tajar hidup. Kegaiatan ini akan dimotori
oleh Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan memanfaatkan
dana dari APBD.
2.
Pengembangan industri benih,
biopestisida dan pupuk organik
Untuk
mendukung program ini, maka akan dilakukan kegiatan:
·
Penyediaan
benih sumber
·
Pengembangan
Kebun Induk
·
Pembinaan
penangkar benih
·
Pengembangan
biopestisida dan pupuk organik
3.
Pengembangan Industri Pengolahan
Kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mendukung program ini adalah:
·
Penyediaan
unit pengolah lada putih
·
Pembinaan
Good Manufacturing Practices (GMP)
·
Pengembangan
Pengolahan Lada bubuk dan diversifikasi produk
4.
Penguatan Kelembagaan dan Diseminasi
Kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk mendukung program ini adalah:
- Pembinaan sekolah lapang
- Pembinaan kelembagaan pemasaran
- Pemberdayaan tenaga penyuluh dan pendamping
- Pembinaan lembaga usahatani
- Pengembangan diseminasi Good Agriculture Practices (GAP) lada
- Promosi dan ekspose teknologi
5. Kebijakan
Makro
Kegiatan
yang akan dilaksanakan untuk mendukung program ini adalah:
·
Kebijakan
penyediaan permodalan
·
Kebijakan
alokasi anggaran khusus
·
Pemantapan
database (indikasi geografis, statistik dll)
·
Kebijakan
pengembangan industri hilir
Untuk melaksanakan program-program seperti
yang telah diuraikan di atas, maka akan dilibatkan berbagai pihak antara lain
Badan Litbang Pertanian (Puslitbang Perkebunan, BBSDL, BB Pasca Panen, BB
Mektan, Puslitbangnak, Balittri dan BPTP), Ditjen Perkebunan, Ditjen P2HP,
Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Pemda Provinsi dan Kabupaten
(Disbun) dan BUMD, FAO dan stakeholder lainnya.
PENUTUP
Kondisi perkebunan lada di Bangka Belitung sudah sangat mengkhawatirkan, dimana
terjadi penurunan produksi dan luas areal pertanaman yang sangat signifikan
sebagai akibat terjadinya konversi lahan menjadi areal perkebunan kelapa sawit
dan pertambangan serta minimnya perawatan tanaman. Untuk mengembalikan kejayaan
Muntok White Pepper yang sudah dikenal di dunia internasional,
dibutuhkan langkah-langkah konkrit, bertahap dan berkelanjutan seperti ”Gerakan
Pengembangan Lada Putih (Gerbang Latih)”. Namun, untuk mensukseskan gerakan
ini, dukungan dan peran serta dari berbagai pihak sangat diperlukan.
Penulis
adalah Pemerhati dunia Pertanian yang bekerja di Dinas Pertanian, Perkebunan
dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Bidang Perencanaan-
Program dan Anggaran, 2011.
Mohon info lengkap harga ke saya gan
BalasHapus