Rabu, 20 Februari 2013

Lada Putih di Antara Kejayaan dan Romantisme Sejarah

LADA PUTIH (MUNTOK WHITE PEPPER)  DIANTARA KEJAYAAN DAN ROMANTISME SEJARAH
Oleh
Asdianto, SP
(diberikan pada acara Pertemuan Program Regional Economic Development Support (REDS) 2011 di Bappenas linkages AIT Thailand)
PENDAHULUAN
Luas areal tanaman lada di Indonesia hampir seluruhnya dimiliki oleh perkebunan rakyat dimana pada tahun 2008 tercatat seluas 190.777 ha dengan total potensi produksi sekitar 79.726 ton. Di antara negara-negara produsen lada dunia, Indonesia termasuk salah satu produsen utama dunia bersama-sama dengan India, Malaysia dan Brazil. Namun, selama 10 tahun terakhir, kontribusi lada Indonesia di pasar dunia semakin menurun. Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2000, yaitu 63.938 ton (37% dari total ekspor dunia) dimana 34.256 ton atau 53,6%-nya merupakan lada putih asal Bangka-Belitung atau dikenal sebagai Muntok White pepper.   
Pada tahun 2008, total ekspor lada putih Bangka Belitung sekitar 5.109,50 ton (AELI, 2009) atau terjadi penurunan sekitar 85,1% selama periode 2000-2008. Selain disebabkan oleh tidak kondusifnya kondisi pertanaman lada di lapangan, juga akibat ancaman dari negara-negara pesaing mulai terjadi, terutama Vietnam. Pada tahun 2003, Vietnam mulai mampu mengekspor lada putihnya sebanyak 4.500 ton dan meningkat menjadi 13.000 ton pada kwartal III tahun 2007 (Vietnam Pepper Association, 2007). Pada tahun yang sama,  Indonesia hanya mampu mengekspor lada putih sebanyak 8.177 ton (AELI, 2009).
Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga perspektif tanaman lada terhadap ekonomi daerah maupun nasional sangat besar. Di samping sebagai sumber devisa juga sebagai penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri. Oleh karena itu, upaya mengembalikan kejayaan Muntok White Peper, yang saat ini produksinya jauh dari kondisi optimal merupakan langkah strategis bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk mengembalikan posisi Indonesia umumnya dan Bangka Belitung khususnya sebagai produsen dan eksportir lada putih terbesar dunia. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan beberapa langkah yang fundamental yang perlu dilakukan untuk mengembalikan kejayaan Muntok White Peper di Provinsi Kep. Bangka Belitung.

MENCERMATI KONDISI PERKEBUNAN LADA
DI BANGKA BELITUNG
            Sejak lama Bangka Belitung terkenal sebagai penghasil lada putih atau Muntok White Pepper kelas dunia. Bertanam Lada telah dilaksanakan secara turun menurun dan sudah merupakan budaya bagi masyarakat Bangka Belitung. Komoditi Lada memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian daerah. Namun demikian, produksi lada di Provinsi Bangka Belitung terus merosot hingga menjadi 17.000 ton pada tahun 2006. Angka ini hanya 27% dari total produksi pada massa kejayaan lada tahun 1987, yaitu sekitar 62.000 ton.    
Luas Areal Perkebunan Lada pada tahun 2000 tercatat sekitar 80.000 hektar, namun pada tahun 2007 berkurang menjadi  35.842,44 ha atau secara total berkurang 55,20%.  Diperkirakan areal pertanaman lada tersebut terus berkurang hingga mencapai 70% selama periode 2000 – 2008. Hal ini merupakan salah satu konsekuensi dari munculnya usaha penambangan timah inkonvensional yang lebih menjanjikan  dan semakin marak sehingga mendorong para petani lada beralih menjadi penambang timah, dan bahkan ratusan hektar kebun lada berubah menjadi  lahan tambang. Selain itu, persaingan dengan usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit juga merupakan pemicu terjadinya penurunan areal pertanaman lada di Provinsi Kepuluan Bangka Belitung.
Di samping itu, produktivitas kebun lada rakyat saat ini hanya sekitar 800 hingga 1.000 kilogram per hektar. Produktivitas ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan produktivitas pada tahun 1986 yang bisa mencapai 2,1 ton per hektar. Kondisi ini menyebabkan petani semakin tidak bergairah memelihara tanaman lada. Lahan yang dahulu banyak humusnya sekarang sudah semakin berkurang. Teknik budidaya lada juga belum beranjak dari pola tradisional sehingga hasilnya tetap rendah. Situasi seperti ini menyebabkan ekspor lada dari daerah ini terus menurun dalam beberapa tahun ini.
Pada tahun 2001, volume ekspor lada tercatat 28,986 ton dengan nilai 60,1 juta dollar AS. Ekspor ini turun menjadi 24.968 ton atau senilai 45,7 juta dolar AS pada tahun 2002, kemudian menjadi 16,766 ton dengan nilai 44,2 juta dollar AS pada tahun 2003. Tahun 2004 volume ekspor hanya 11,188.50 ton dengan nilai 2,5 juta dollar AS. Penurunan volume ekspor tersebut juga disebabkan harga lada yang tak kunjung membaik beberapa tahun terakhir ini menyebabkan petani enggan memelihara kebun lada secara intensif sehingga produktivitasnya anjlok.
Sejumlah petani mengakui, keterpurukan komoditas lada sekarang disebabkan oleh banyak  faktor, antara lain; (1) Tingkat produktivitas tanaman dan mutu yang rendah, (2) Tingkat harga lada yang relatif rendah, sementara harga sarana produksi (pupuk dan pestisida) relatif tinggi/mahal, (3) Tingginya kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit, (4) Masih rendahnya usaha peningkatan diversifikasi produk, (5) Sumberdaya petani baik pengetahuan maupun permodalan masih lemah/terbatas ketersediaannya, dan (6) Semakin menurunnya luas areal pertanaman lada karena adanya persaingan dengan pertambangan timah rakyat dan peluang usaha komoditas lainnya seperti kelapa sawit.
Kondisi seperti yang tergambar di atas, patut disayangkan karena lada pernah menjadi komoditas unggulan berabad-abad silam, bahkan menjadi trade mark Bangka Belitung di mancanegara. Lada yang mulai dibudidayakan di Bangka Belitung sekitar abad XVI itu pernah menjadi salah satu daya tarik bangsa Eropa datang ke Bangka Belitung. Saat ini komoditi lada kembali menjadi sangat penting, mengingat deposit timah semakin berkurang sehingga petani mulai memperhatikan kembali pertanaman lada dalam menopang ekonomi keluarganya. Oleh karena itu, saat ini pemerintah telah membuat kebijakan konkret untuk menyelamatkan dan mengembangkan kembali komoditas lada yang pernah menjadi unggulan selama ratusan tahun di wilayah Kepulauan Bangka Belitung.



LANGKAH-LANGKAH FUNDAMENTAL
Upaya mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper diperlukan beberapa langkah yang fundamental. Langkah tersebut antara lain adalah peningkatan produktivitas, mutu hasil, efisiensi biaya produksi dan pemasaran, serta manajemen stok melalui pengembangan inovasi teknologi dan kelembagaan. Akhir-akhir ini banyak kalangan pengamat mulai mengkhawatirkan keberlanjutan pasokan lada putih Bangka Belitung di pasar global pada tahun-tahun yang akan datang karena produksi dan produktivitasnya terus menurun. Oleh karena itu, perbaikan teknologi budidaya dan pascapanen lada di tingkat petani sangat diperlukan agar produk lada mampu bersaing secara kompetitif dalam proses produksi dengan negara-negara penghasil lada lainnya.
Demikian halnya pemberdayaan kelembagaan petani lada di Bangka Belitung perlu dilakukan karena umumnya petani yang mengusahakan tanaman lada memiliki banyak keterbatasan. Pemberdayaan kelompok tani akan menjadi salah satu faktor penting dalam upaya meningkatkan daya saing produk yang  mereka hasilkan. Pemberdayaan kelompok tani selain diharapkan akan menunjang produktivitas kebun lada juga dapat meningkatkan mutu dan mengurangi masalah keragaman produk yang dihasilkan oleh masing-masing petani kecil, khususnya dari segi mutu.
Langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi kebun-kebun lada  yang rusak/tidak produktif. Sebagian besar petani dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya, umumnya tidak akan mampu melakukan rehabilitasi secara swadaya. Keberpihakan Pemerintah ke petani tetap diperlukan baik secara langsung maupun tak langsung melalui kebijakan subsidi atau intermediasi dengan lembaga keuangan dan stakeholder lainnya. Artinya, pemerintah harus berbuat secara efektif dalam membantu rehabilitasi tanaman lada rakyat sehingga dalam waktu 3-4 tahun ke depan, produktivitas perkebunan  lada di Kep. Bangka Belitung akan meningkat kembali secara signifikan.
Langkah lainnya yang tidak kalah penting adalah mencari pasar ekspor tambahan atau alternatif dengan tetap menjaga pasar yang ada dalam kerangka penetrasi pasar. Sebagaimana kita ketahui bahwa negara-negara tujuan ekspor utama lada saat ini terimbas krisis finansial global, yang dikhawatirkan akan menurunkan impor mereka. Dengan demikian untuk mempertahankan kinerja ekspor lada putih diperlukan upaya mencari pasar-pasar alternatif di negara-negara lain.
Selain itu, dalam rangka memperkuat posisi pasar ekspor ke depan, maka pasar domestik juga perlu digarap secara maksimal termasuk industri hilirnya dengan mengembangkan berbagai ragam produk lada putih yang sesuai dengan selera pasar. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena konsumsi lada Indonesia saat ini sekitar 70 gram per kapita, berarti kebutuhan lada penduduk Indonesia sebanyak 230 juta jiwa adalah 16.100 ton per tahun.       Untuk mendukung langkah -langkah fundamental tersebut, maka akan disusun rencana aksi untuk pengembangan lada putih di Kepulauan Bangka Belitung  untuk jangka waktu 2009 – 2012 atau disebut sebagai ”Gerakan Pengembangan Lada Putih (Gerbang Latih)”. Gerakan ini akan diwujudkan dalam bentuk 5 program sebagai berikut:
1.      Program Intensifikasi, Ekstensifikasi dan Rehabilitasi Lada
            Program ini akan diwujudkan dalam 3 bentuk kegiatan yaitu intensifikasi, rehabilitasi dan ekstensifikasi lada masing-masing seluas 2000, 2000 dan 1000 ha. Kegiatan intensifikasi yang direncanakan seluas 2000 ha, akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2009 – 2012 dengan rincian 100 ha pada tahun 2009, 900 ha (2010), 500 ha (2011) dan 500 ha (2012). Kegiatan ini akan di laksanakan melalui penyediaan benih, pupuk (organik dan anorganik), pestisida dan tajar hidup.
Kegiatan rehabilitasi akan dilaksanakan pada lahan seluas 2000 ha dengan rincian 100 ha pada tahun 2009, 1000 ha (2010), 500 ha (2011) dan 400 ha (2012). Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk penyediaan benih, pupuk (organik dan anorganik), pestisida dan tajar hidup. Untuk pelaksanaannya akan dikoordinir oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dengan dana dari APBN.
Ekstensifikasi tanaman lada direncanakan secara bertahap seluas 1000 ha, dimana pada tahun 2009 akan direalisasikan seluas 250 ha dan 750 ha pada tahun 2010. Dari luasan tersebut, 150 ha diantaranya merupakan reklamasi lahan eks tambang yang akan dilaksanakan dalam 2 tahap yaitu 50 ha pada tahun 2009 dan 100 ha pada tahun 2010. Seperti pada kegiatan sebelumnya, pelaksanaan dari kegiatan ini juga diwujudkan melalui penyediaan benih, pupuk, pestisida dan tajar hidup. Kegaiatan ini akan dimotori oleh Dinas Perkebunan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan memanfaatkan dana dari APBD.
2.    Pengembangan industri benih, biopestisida dan pupuk organik
      Untuk mendukung program ini, maka akan dilakukan kegiatan:
·            Penyediaan benih sumber
·            Pengembangan Kebun Induk
·            Pembinaan penangkar benih
·            Pengembangan biopestisida dan pupuk organik

3.    Pengembangan Industri Pengolahan
Kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mendukung program ini adalah:
·       Penyediaan unit pengolah lada putih
·       Pembinaan Good Manufacturing Practices (GMP)
·       Pengembangan Pengolahan Lada bubuk dan diversifikasi produk

4.    Penguatan Kelembagaan dan Diseminasi
Kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mendukung program ini adalah:
  • Pembinaan sekolah lapang
  • Pembinaan kelembagaan pemasaran
  • Pemberdayaan tenaga penyuluh dan pendamping
  • Pembinaan  lembaga usahatani
  • Pengembangan diseminasi Good Agriculture Practices (GAP) lada
  • Promosi dan ekspose teknologi
5.    Kebijakan Makro
Kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mendukung program ini adalah:
·       Kebijakan penyediaan permodalan
·       Kebijakan alokasi anggaran khusus
·       Pemantapan database (indikasi geografis, statistik dll)
·       Kebijakan pengembangan industri hilir
Untuk melaksanakan program-program seperti yang telah diuraikan di atas, maka akan dilibatkan berbagai pihak antara lain Badan Litbang Pertanian (Puslitbang Perkebunan, BBSDL, BB Pasca Panen, BB Mektan, Puslitbangnak, Balittri dan BPTP), Ditjen Perkebunan, Ditjen P2HP, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Pemda Provinsi dan Kabupaten (Disbun) dan BUMD, FAO dan stakeholder lainnya.

PENUTUP
            Kondisi perkebunan lada di Bangka Belitung sudah sangat mengkhawatirkan, dimana terjadi penurunan produksi dan luas areal pertanaman yang sangat signifikan sebagai akibat terjadinya konversi lahan menjadi areal perkebunan kelapa sawit dan pertambangan serta minimnya perawatan tanaman. Untuk mengembalikan kejayaan Muntok White Pepper yang sudah dikenal di dunia internasional, dibutuhkan langkah-langkah konkrit, bertahap dan berkelanjutan seperti ”Gerakan Pengembangan Lada Putih (Gerbang Latih)”. Namun, untuk mensukseskan gerakan ini, dukungan dan peran serta dari berbagai pihak sangat diperlukan.


                                                                              
Penulis adalah Pemerhati dunia Pertanian yang bekerja di Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Bidang Perencanaan- Program dan Anggaran, 2011.





1 komentar: